Pakai Alat Berat, Warga China Seenaknya Menambang Emas di Hutan Papua: Sebuah Pengabaian Hukum dan Kedaulatan
INFO Oksibil– Kabut pagi yang biasanya menyelimuti hutan perawan di Kalipur, Distrik Senggi, Kabupaten Keerom, Papua, kini terkoyak oleh deru mesin diesel dan dentingan logam yang tak biasa. Suara itu bukan berasal dari ritual adat atau aktivitas warga setempat, melainkan dari sebuah operasi penambangan emas ilegal yang dilakukan secara sistematis dan terang-terangan. Yang membuatnya semakin mencolok: para penggiatnya adalah empat warga negara China (WN China) yang didukung warga Indonesia, dan alat yang mereka gunakan bukanlah dulang atau sekop tradisional, melainkan alat berat yang mampu mengeruk perut bumi Papua dengan cepat dan merusak.
Baru-baru ini, Polda Papua berhasil mengungkap dan membongkar praktik tambang ilegal ini. Empat WN China berinisial CL (46), WCD (60), CHT (40), dan CD (41) ditangkap bersama tiga warga Indonesia, AM, HN (47), dan LHS (46). Penangkapan ini bukan hanya mengungkap modus operandi yang berani, tetapi juga menyibak lapisan-lapisan masalah kompleks di balik maraknya penambangan liar di tanah Papua.
Modus Operandi yang Berani dan Terstruktur
Yang immediately mengejutkan dari kasus ini adalah penggunaan alat berat. Alat berat bukanlah mesin yang bisa dengan mudah di sembunyikan atau dipindahkan. Keberadaannya membutuhkan logistik yang rumit; mulai dari pengangkutan ke lokasi terpencil, suplai bahan bakar, hingga operator yang ahli. Ini menunjukkan bahwa operasi ini bukanlah aktivitas tambang liar skala kecil (rakyat) yang spontan, melainkan sebuah usaha yang terencana, didanai, dan dijalankan dengan cara-cara yang terstruktur.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5343119/original/012082400_1757407677-penambangan_di_Keerom_Papua.jpg)
Baca Juga: Prajurit TNI Siaga, Jalur Iwur–Oksibil Kini Lebih Aman untuk Warga
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Papua, Kombes Pol. I Gusti Gede Era Adhinata, menegaskan bahwa para tersangka sama sekali tidak dapat menunjukkan Surat Izin Usaha Pertambangan (SIUP) atau dokumen legal lainnya. “Mereka tak dapat menunjukkan surat izin usaha pertambangan di lokasi tersebut,” ujarnya dalam keterangan pers, Selasa (9/9/2025). Ketiadaan izin ini merupakan bukti nyata bahwa aktivitas yang mereka lakukan adalah illegal dan melanggar kedaulatan hukum Indonesia.
Dalam penyelidikan, motif utama yang terungkap adalah keuntungan ekonomi dengan menghindari kewajiban negara. “Motif para tersangka menghindari kewajiban pajak negara dari hasil penambangan emas ilegal,” jelas Era Adhinata. Dengan beroperasi di bawah radar, mereka mengambil semua keuntungan tanpa menyetor pajak, royalti, atau kontribusi apapun kepada negara. Hasil jerih payah illegal mereka pun tidak main-main: 257 gram emas berhasil mereka ambil sebelum ditangkap.
Dampak Kerusakan yang Multi-Dimensi
Aktivitas tambang ilegal semacam ini meninggalkan jejak kerusakan yang dalam dan berkepanjangan:
-
Kerusakan Lingkungan yang Masif: Penggunaan alat berat berarti penggalian dalam skala besar. Hutan dibabat, tanah dikeruk hingga kedalaman yang berbahaya, dan sungai-sungai tercemar oleh limbah merkuri dan material tambang. Dampaknya terhadap ekosistem, biodiversitas Papua yang unik, dan sumber air bersih masyarakat lokal adalah bencana ekologis yang membutuhkan puluhan tahun untuk pulih.
-
Kerugian Ekonomi Negara: Negara kehilangan pendapatan yang sangat besar, bukan hanya dari pajak penghasilan, tetapi juga dari royalti sumber daya alam yang seharusnya menjadi hak rakyat. 257 gram emas yang berhasil dicuri hanyalah sebagian kecil dari yang mungkin telah diambil sebelumnya.
-
Ancaman terhadap Kedaulatan: Keberadaan WNA yang melakukan aktivitas illegal dengan alat berat di wilayah perbatasan seperti Keerom adalah tamparan terhadap kedaulatan Indonesia. Ini menimbulkan pertanyaan tentang seberapa mudahnya mereka masuk, mendirikan operasi, dan beraktivitas tanpa diketahui pihak berwajib untuk waktu yang cukup lama.
-
Dampak Sosial: Kehadiran tambang ilegal seringkali memicu konflik sosial, meminggirkan masyarakat adat, dan membawa masalah lain seperti prostitusi dan konsumsi minuman keras.
Jerat Hukum yang Tegas
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal yang berat. Mereka dikenakan Pasal 158 juncto Pasal 35 ayat (3) huruf a Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. UU ini secara tegas mengatur tentang pidana bagi setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa izin.
Ancaman hukumannya tidak ringan: “pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.” Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana, yang memperkuat posisi jaksa dalam menjerat semua pihak yang terlibat, termasuk para WNI yang berperan sebagai “staf lokal” atau penyedia akses.
Refleksi: Mencegah Terulangnya Kejadian Serupa
Kasus di Keerom ini hanyalah satu dari sekian banyak kasus penambangan ilegal yang terjadi di Papua. Penangkapan ini patut diapresiasi, tetapi yang lebih penting adalah tindak lanjut dan pencegahan.
-
Pengawasan yang Lebih Ketat: Perlu adanya patroli dan intelijen yang diperkuat di daerah-daerah terpencil dan rawan, terutama dengan memanfaatkan teknologi drone dan satelit untuk mendeteksi aktivitas mencurigakan.
-
Penegakan Hukum yang Konsisten: Hukuman maksimal harus benar-benar ditegakkan untuk menciptakan efek jera. Proses hukum harus transparan dan tidak pandang bulu, baik terhadap WNA maupun WNI yang menjadi kaki tangannya.
-
Memutus Rantai Logistik: Penanganannya tidak bisa hanya di lokasi tambang. Aparat harus menyelidiki jaringan yang lebih luas; bagaimana alat berat itu bisa sampai di lokasi, siapa yang mendanai, dan kepada siapa emas hasil curian itu dijual.
-
Pemberdayaan Masyarakat Lokal: Masyarakat adat setempat harus dilibatkan sebagai mitra dalam menjaga wilayahnya. Pemberian pemahaman dan insentif akan membuat mereka menjadi garis pertahanan pertama terhadap aktivitas ilegal.
Penambangan emas ilegal oleh WN China dengan alat berat di Keerom adalah sebuah pengingat keras. Ini adalah soal lebih dari sekadar pelanggaran hukum pertambangan; ini adalah soal kedaulatan, keadilan ekonomi, dan kelestarian warisan alam Papua untuk generasi mendatang. Tindakan tegas dan berkelanjutan mutlak diperlukan agar deru alat berat para penambang liar tidak lagi menjadi suara yang mengganggu kesunyian hutan Papua, dan agar kekayaan alamnya benar-benar menjadi berkah bagi rakyat Indonesia, bukan untuk segelintir penjahat yang seenaknya merampok masa depan.
